Jumat, 11 Oktober 2019


Kembali ke kampus hari ini, niat hati berburu tandatangan koorprodi untuk penelitian skripsi dan bertemu teman lama. Ternyata Allah mempertemukanku dengan dua tiga teman lainnya. Rangkaian cerita dan tutur kata, kenangan lama dan kisah belum lama terurai dalam bicara.

Bahkan tak hanya teman, aku digiring bernostalgia.
Hingga tersisa sendiri saja, seusai mengembalikan buku di pusat pustaka kampus tercinta, hati tergerak ke arah ramainya suara.
Disana pusatnya, lapangan dengan mahasaiswa bermain basket berolahraga, taman tabi beserta berjajar mahasiswa dengan kelompok dan kesibukannya, tak lupa lambaian angin yang menyapa.

Semakin dekat arah suara ramainya mahasiswa, gelak tawa dan canda riang gembira, alunan gitar syahdu beriring senandung merdu sang pelantun lagu, gemerisik daun menari tertiup angin, menuntunku berkeliling.

Tak luput mataku memandang, setiap inci tempat dulu kusinggahi. Baik teman organisasi juga teman sejati. Sembari kususuri bakal tempat kududuki, kusadari senyum sendiri. Pikiran ini mulai membanyangi, saat ini tak ada lagi wajah yang kukenali.

Tugu UNJ, dengan halaman rumput terhampar dan berakhir di batas lapangan basket belakang gedung pusat pustaka berjajar lima, tiga, atau dua mahasiswa berkelompok memilih spot ternyaman masing-masing memenuhi tepi rumput yang ber-paping. Tampak pukul enam belas enol lima, memang waktunya Menjadi tempat muara mahasiswa dengan segala kepentingannya usai kuliah akademik nya.

Sampai di anak tangga pertama sudut kanan tugu UNJ yang berletter U, tampak sepi, hanya tiga mahasiswa duduk di anak tangga ketuga di seberang sana, jadi kududukkan diri . Ke kanan sedikit di bawah tugu berlogo UNJ, tak tertinggal moto building future leaders di bawahnya. Tak lama datang sekelompok mahasiswa berseragam pdh biru tua, kupilih baranjak darinya. Terus berjalan hingga belakang tugu, kupilih menuju bukit tabi yang melewati anak tangga untuk kunaiki. Jauh memandang, kupilih ke seberang sisi paping untuk kududuki.

Setelah mendudukkan diri, kutarug ransel kecil hitamku di sisi kanan menghadaku dan kuletakkan disampingnya sebotol aqua dengan air tinggal dua pertiga dari isi yang kupegang sedari tadi di tangan kiri. Mata ini tertuju ke sebelah kiri, dua orang lelaki yang sedari tadi bermain basket. Sepatu sport abu jeans biru kemeja kotak-kotak berwarna jingga rambut ikal dengan si sepatu sport putih jeans navy kaos Abu berambut gelombang, tak lama datang wanita berjilbab, kaos, dan sepatu hijau tosca dengan kanan kiri hijabnya disampirkan ke bahu dengan bersilang plus cardigan krem melengkapi style nya dan jeans navy dengan belt coklat tua bergabung dengan permainannya. Terbesit rasa menyesal dulu tak jadi diri ini ikut olahraga ini, salah satu kesukaan tapi waktu tak bisa kuatur kembali. Makin lama dua, tiga, lima, hingga belasan kelompok mahasiswa melingkar berkelompok sibuk dengan kepentingan masing-masing makin memenuhi rumput bukit tabi.

Pikiranku sibuk sendiri menikmati sore hari ini, hingga sadar diri ini, kulit tak lagi disengati sinar matahari, tampak bulan yang hampir melingkar penuh malu-malu menampakkan diri tepat ketika ku arahkan pandangan lima belas derajat ke arah langit, pemain basket juga sudah berganti, empat lelaki berbeda dari yang tadi. Aku masih tetap sendiri menikmati sore hari tanpa hiraukan mahasiswa silih berganti.

Tujuh belas tiga puluh satu, tampak pada layar gawai yang kupegangi sedari tadi sejak duduk disini. Lampu bukit tabi juga sudah siap menyambut gelapnya hari. Saatnya kuberanjak dari sini.


Cuilan Memori . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates