Selasa, 06 Januari 2015

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang, masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah
-Iwan Fals_Ibu-

“Mama”, Thifa menangis terisak di kamar mendengar lagu itu

Disisi lain, Ozipia sedang merenung di halaman rumah sepulang sekolah. Halaman depan rumah memang ada taman, yang dipojoknya terdapat gua kecil buatan. Ozipia baru berusia 7 tahun, pulang sekolah saja pukul 12 siang. Ia menulis
Lunak kertas ini
Menjadi saksi bisu hari ini
Kau yang mengingat ya, Ry

“Thifa”, Mama memanggil
“Iya, Ma”, jawab Thifa langsung merapikan dirinya dan menghampiri Mama
“Maaf sayang, kita jadi terganggu karena Mama ada tamu. Sampai mana tadi?”
“Aku inget dong, Kak Ufiz Managemen di Mercubuana. Lahir di Way Jepara , 31 Juli 1994 jaraknya 3 tahun dari aku. Oya, nama panjangnya Kak Ufiz Sya…”, ucapannya terpotong.
“Kakak”, ucap Pia sambil memeluk Thifa
“Hey sayang, Kakak inget semuanya hari ini. Ehh lagi hafalan nih sama Mama haha”, balas Thifa
“Hmm Kakak, aku seneng banget”

Ozipia memeluk Thifa lagi dan Mama juga ikut memeluk. Suasana saat itu begitu hangat, bahagia namun haru dan juga sedih. Thifa berusia 17 tahun mengidap penyakit Alzheimer, semakin parah penyakitnya dan benar-benar tak bisa melakukan hal-hal berat, untuk buang air kecil saja tidak bisa dilakukannya sendiri. Thifa tak ingat bagaimana melakukan apapun. Tapi beda kali ini, kelupaannya diingat semua.

“Kak, aku kangen coklat panas buatan Kakak”, Ozipia memanja
“Oke, apasih yang enggak buat adik Kakak yang paling lucu ini”, kata Thifa dengan mesra sambil mencolek hidung Pia.

Thifa beranjak ke dapur untuk membuatkan coklat panas untuk Pia. Coklat panas buatan Thifa memang paling disukai Ozipia, Thifa mencampurkan bubuk coklat instan dengan creamer, chocochips, meses, keju, dan bumbu rahasia yang membuat paling enak, cinta. Entah diberi apa oleh Thifa pada coklat panas itu, meski mama yang membuat dengan bahan dan komposisi yang sama tetap saja sensasinya berbeda bagi Pia.

‘Ma, kita harus mengenang momen ini. Aku seneng tapi sedih, aku juga gak tau kapan lagi bakal kaya gini. Mama seharian menjahit terus, Papa sibuk banget, Kak Ufiz juga, Kak Thifa, aaa kenapa kaya gini sih, Ma?”
“Sayang, segala yang terjadi sudah ditakdirkan oleh Allah. Semuanya memang ditakdirkan begini. Kita inginnya begini, kita inginnya begitu, gimanapun inginnya kita kalau Allah tidak berkehendak ya gak akan terjadi. Ingatlah selalu Allah Maha Tahu yang terbaik untuk kita”
“Aaa tapi ini sulit buat aku, Ma”
“Sabarlah nak, itu tandanya Allah sedang menguji kita”

Sendu antara Mama dan Ozipia teralihkan dengan kehadiran Thifa yang membawa coklat panas pesanan Ozipia.

“Wahh top cer banget dah Kak, Mama jangan iri ya hehe”
“Aku buat juga dong buat kita semua, Mama tenang aja”
“Kamu memang selalu begitu, makasih sayang”
"Iyadong, Ma"
“Hayo Kakak tadi sampe apa hafalannya?”
“Hmm apaya?”, jawab Thifa mengejek.
"Haa ayo kita ke suatu tempat”, ajak Ozipia bersemangat
“Iya, kita udah lama ya gak kemana mana. Kadang Mama juga bosen menjahit terus, gak ada salahnya juga Mama refreshing dikit kan”, terus Mama
“Ayo sekarang kita bersiap siap, ke Taman Metro dong”

Tak lama dari itu mereka siap semua, siap berangkat. Sebelumnya Mama dan Ozipia telah merundingkan untuk mengajak Thifa ke Taman Metro, tempat favorit keluarga mereka. Tempat indah, hijau daun dengan berhias warna warni bunga yang mekar. Di pusat taman ada air mancur besar dengan kolam sekitarnya berisi ikan koi sebesar dua kepal tangan orang dewasa, sangat disukai Ozipia. Ozipia memaksa Papa dan Ufiz untuk benar-benar meluangkan waktunya untuk kali ini. Impian Pia pun tercapai setelah sejam menunggu Papa dan Ufiz di Taman Metro dengan Thifa dan Mama akhirnya mereka datang. Seakan piknik, hanya makanan kecil saja mereka makan tapi yang penting adalah kebersamaan.

Aku memejamkan mata, terbayang dan teringat Mama yang selalu susah payah untuk keluarga. Papa kerja sibuk tapi gaji hanya terjebak pembayaran hutang. Kak Ufiz mementingkan gensinya saja dengan teman-teman, minta motor, gadget, jalan-jalan. Mama jadi sering sakit-sakitan, meski begitu Mama rajin sekali membereskan rumah, mengurus Kak Thifa, membiayai sekolah aku, uangnya ya dari hasil menjahitnya itu benar-benar sibuk. Syukur banyak orderan, jadi penghasilan Mama terus mengalir. Meski begitu Mama hanya mau dibantu Mbak Tikah, tetangga yang lihai menjahit juga, alasannya biar gak terlalu banyak pengurangan biaya. Untung saja dengan pergi, aku akan mengurangi beban Mama yang begitu berat menurutku. Mamaku hebat. Papa, tolong ringankan beban Mama, buat Kak Ufiz sadar, sabar juga bantu mama ngurusin Kak Thifa ya. Kak Ufiz sadar dong, kasihan Mama. Kak Thifa semoga cepet sembuh. Sampai bertemu kelak keluargaku tercinta.

Saat itu juga semuanya tak menyangka akan terjadi hal yang tak diinginkan, Ozipia meninggal tanpa sebab yang pasti. Tapi itu sudah ditakdirkan, itu hari terakhir mereka bersama.

Hidup, yang kita ingin hidup berumur panjang. Masih banyak waktu merasakan kebahagiaan bersama keluarga dan teman-teman. Tapi kita hanya bisa berencana, Allah SWT yang menentukan segalanya. Orang meninggal bisa karena sakit, kecelakaan, atau bahkan tanpa sebab tiba-tiba tiada. Allah Maha Tahu yang terbaik untuk hambanya.

Cerpen buatan pertama selain untuk tugas sekolah, hasil imajinasi aja hehe

Cuilan Memori . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates